SlideShow

oke
0

Malam Penganugerahan FFP 2014



Malam puncak penganugerahan Festival Film Purbalingga 2014 dikejutkan dengan tidak ada pemenang Kompetisi Fiksi SMA Banyumas Raya, Sabtu, 31 Mei 2014 di Aula Hotel Kencana Purbalingga. Hal ini karena dewan program tidak merekomendasi film-film kategori fiksi SMA tahun ini untuk dinilai dewan juri, yang artinya tidak ada Film Fiksi Terbaik FFP 2014.

Direktur Program FFP 2014 Dimas Jayasrana menganggap, kualitas film-film kompetisi fiksi SMA yang masuk ke meja penyelenggara jauh dibanding tahun-tahun sebelumnya. “Dengan pertimbangan menjaga kualitas FFP, dengan berat hati, kami hanya memutar beberapa film fiksi SMA namun tidak untuk dinilai dewan juri,” ungkapnya.

Pada Kompetisi Fiksi SMP, film bertajuk “Tuyul” sutradara Eko Junianto produksi Sawah Artha Film SMP 4 Karangmoncol Purbalingga dianugerahi Film Fiksi SMP Terbaik menyingkirkan tiga film lain yaitu “Cincin” dari SMP 5 Purwokerto, “Bolaku” dari SMP 5 Purwokerto, dan “Bakul Dawet” dari MTs Ma’arif Mandiraja Banjarnegara.

Menurut salah satu juri fiksi Anita Pithaloka, film “Tuyul” sedikit beda dengan tiga film lain, mampu menyuguhkan drama satire yang ringkas dengan bahasa gambar yang padat dan tidak banyak dialog. “Meski masih terdapat kecerobohan dalam pembentukan frame gambar pada film,” tutur direktur program dan musik sebuah stasiun radio.

Sementara “Dhewek be Islam” dari MA Minat Kesugihan Cilacap menyabet Film Dokumenter SMA Terbaik mengungguli dokumenter “Penderes dan Pengidep” dari SMA Kutasari Purbalingga, “Angguk” dari SMA Bukateja Purbalingga, “Segelas The Pahit” dari SMA Rembang Purbalingga, “Besalen” dari SMK Dr. Soetomo Cilacap, dan “Tetesan Rupiah” dari SMK Muhammadiyah Majenang Cilacap. 

Di kategori Film Fiksi SMA Favorit Penonton diraih “Duren” dari SMA 2 Purbalingga dan “Penderes dan Pengidep” dari SMA Kutasari Purbalingga sebagai Film Dokumenter SMA Favorit Penonton.

Penganugerahan lain, festival film yang berlangsung 3-31 Mei 2014 ini, berupa Penghargaan Lintang Kemukus yaitu penghargaan yang diberikan kepada individu maupun kelompok yang secara nyata berkontribusi atas kesenian dan kebudayaan tradisi di Banyumas Raya dalam berbagai aktivitasnya. Lintang Kemukus dianugerahkan kepada Maryoto (61 tahun), seniman Angguk asal Purbalingga yang juga pimpinan grup kesenian “Sri Rahayu”.

Direktur FFP Bowo Leksono mengatakan, berakhirnya festival tahun ini bukan berarti akhir dari proses. “Namun justru awal untuk kembali berproses agar terus merangsang kualitas karya-karya film terutama pelajar Banyumas Raya,” ujarnya.

0

Puncak Festival Film Purbalingga 2014



Setelah melewati gelaran Festival Film Purbalingga (FFP) 2014 selama sebulan dengan program unggulan Layar Tanjleb, puncak FFP 2014 akan digelar pada Sabtu malam, 31 Mei 2014 pukul 19.30 di Aula Hotel Kencana Purbalingga.

Pada malam puncak nanti akan dilakukan penganugerahan Film Terbaik Fiksi SMA, Film Terbaik Dokumenter SMA, Film Terbaik Fiksi SMA, Film Favorit Penonton Fiksi SMA, Film Favorit Penonton Dokumenter SMA, serta Penghargaan Lintang Kemukus.

Manager FFP Nanki Nirmanto mengatakan, kompetisi film pelajar se-Banyumas Raya masih menjadi program unggulan. “Karena dari karya-karya film pelajar itulah salah satu kekuatan FFP sekaligus mengukur bagaimana kualitas dan kuantitas film pelajar Banyumas Raya,” ujarnya.

Sementara program di hari Jumat, 30 Mei 2014, pada pukul 10.00 ada pemutaran Program Satir, pemutaran film dokumenter “Layu Sebelum Berkembang” sutradara Ariani Djalal di jam 14.00, program Kompetisi Dokumenter SMA jam 16.00, Kompetisi Fiksi SMP jam 19.30, serta Kompetisi Fiksi SMA di jam 21.00.

Usai pemutaran dokumenter “Layu Sebelum Berkembang”, penonton berkesempatan berbincang dengan sutradara yang sengaja datang dari Yogyakarta. Film dokumenter panjang ini memotret kehidupan dua keluarga di Yogyakarta, pada masa-masa yang menentukan dalam kehidupan pendidikan anak gadis mereka.

Sementara itu, sistem pendidikan umum di Indonesia tengah mengalami perubahan karena ditekan oleh partai-partai politik islami. Institusi yang semula sekuler kini condong membentuk berjuta-juta anak mengalami masa muda yang submisif dengan cara memasukkan lebih banyak lagi kegiatan keagamaan dalam kehidupan sekolah mereka.

Pada program kompetisi film pelajar, aula hotel yang disulap menjadi bioskop selalu penuh dikunjungi penonton khususnya pelajar untuk member dukungan pada film-film yang dibuat oleh teman-temannya.

Menurut salah satu pengunjung festival Maghdalena, anak muda Purbalingga belum terbiasa dengan tontonan seni yang berkualitas. “Padahal kalau mau mengikuti festival film, padahal sangat menarik apalagi diadakan setahun sekali,” ujar siswi SMA 2 Purbalingga ini.

Sebelum memasuki puncak festival, Sabtu, 31 Mei 2014, masih ada pemutaran program film anak pada jam 10.00 dilanjutkan pemutaran dan diskusi dokumenter “Banjaran Menolak Sampah!” pada jam 14.00.


0

Kuncinya Komunikasi dan Ketekunan



Sedikitnya 60 pelajar setingkat SMP dan SMA mengikuti program Temu Komunitas Film Pelajar se-Banyumas Raya dalam rangka Festival Film Purbalingga (FFP) 2014, Kamis, 29 Mei 2014 pukul 10.00 WIB di Aula Hotel Kencana Purbalingga.

Pertemuan komunitas film pelajar yang direncanakan digelar tahunan itu dikawal oleh Presiden Sangkanparan Cilacap Insan Indah Pribadi dan Direktur Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga Bowo Leksono.

Yanti Indriyani siswi MTs Ma’arif Mandiraja Banjarnegara mengatakan, pada dasarnya sekolah siap menyediakan alat produksi film maupun dana. “Tapi kami belum punya pembimbing yang mumpuni dalam produksi film,” katanya.

Sementara salah satu siswi SMA Sokaraja Banyumas Ani Kurnia, menganggap pihak sekolah masih setengah-setengah dalam memfasilitasi produksi film. “Sepertinya kami harus berprestasi dulu agar diakui sekolah, padahal kami sudah bersaha bagaimana menghidupkan film di sekolah,” ujarnya.

Hal ini ditanggapi Insan Indah Pribadi bahwa, ada persoalan besar pada komunitas film pelajar yang hampir sama di setiap sekolah, antara lain persoalan alat, dana dan fasilitasi lainnya, hanya beberapa saja yang berbeda sesuai karakteristik sekolah itu. “Kuncinya sebenarnya ada pada komunikasi siswa dengan pihak sekolah dan ketekunan siswa itu sendiri dalam berproses,” jelasnya.

Setelah program temu komunitas, pada jam program berikutnya 14.00 bedah buku “Film sebagai Media Belajar” karya pegiat budaya Banyumas Teguh Trianton dengan pembahas pembuat film pelajar Misyatun dan moderator Putri Antika dari Kelas Menulis Purbalingga.

Pada program selanjutnya jam 16.00 yaitu Kompetisi Fiksi SMA yang dibanjiri pelajar setingkat SMA di Banyumas Raya. Sementara program Kompilasi XXI Short Film Festival hadir di FFP 2014 pada jam 19.30.

Selain program outdoor berupa layar tanjleb keliling 18 desa Banyumas Raya, FFP 2014 juga menggelar program indoor dari 28-31 Mei 2014. Hari berikutnya, Jumat, 30 Mei 2014 akan digelar program Satir jam 10.00, program non-kompetisi Layu Sebelum Berkembang jam 14.00, program Kompetisi Dokumenter SMA jam 16.00, Kompetisi Fiksi SMA jam 19.30, dan jam 21.00 Kompetisi Fiksi SMA.
0

Program Anak FFP 2014 Meriah



Usai program outdoor berupa gelaran layar tanjleb keliling 18 desa di Banyumas Raya, Festival Film Purbalingga (FFP) 2014 memasuki program indoor yaitu pemutaran di Aula Hotel Kencana Purbalingga mulai 28-31 Mei 2014.

Ratusan siswa usia sekolah dasar berjalan beriringan dari sekolahnya menuju sebuah aula yang sudah ‘disulap’ menjadi sebuah gedung bioskop. Didampingi beberapa guru, para siswa itu tampak riang karena akan mendapatkan pengalaman baru menonton film-film pendek.

Pagi itu, pukul 10.00 seperti tahun-tahun sebelumnya, FFP 2014 menyuguhkan program anak berupa pemutaran film-film pendek untuk dikonsumsi usia anak-anak secara gratis, Rabu, 28 Mei 2014.

“Senang, filmnya bagus dan lucu. Ya kepenginnya sering-sering nonton film seperti ini, bareng-bareng sama teman-teman,” ujar Ajeng Nurastuti, siswi kelas V SD 2 Wirasana Purbalingga. Selain lucu, Ajeng menilai film yang diputar juga mengandung nilai-nilai kejujuran bagi anak-anak.

Program anak yang ditawarkan yaitu film-film pendek bertajuk Halaman Belakang sutradara Yusuf Radjamuda dari Palu Sulawesi, Boncengan dan Gazebo sutradara Seno Aji Julius dari Yogyakarta serta Tangan Baik sutradara Sari Dewi.

Menurut salah satu guru pendamping, Endar Werdiningsih, menonton film juga salah satu metode anak-anak dalam belajar. “Harapannya, Festival Film Purbalingga mendatangi sekolah-sekolah agar dalam memperkenalkan film-film pendek bisa lebih luas lagi. Kami yakin akan disambut baik, apalagi tidak memungut biaya sehingga tidak memberatkan siswa,” tutur guru SD 1 Wirasana ini.

Manajer FFP Nanki Nirmanto mengatakan, membuat program anak dirasa penting karena anak-anak adalah penonton yang paling antusias. “Hal yang berat justru materi filmnya. Tidak banyak pembuat film yang konsen dalam memproduksi film untuk konsumsi anak-anak padahal mereka itulah penonton masa depan,” ujarnya.

Selain program anak, hari itu juga disuguhkan program kompetisi SMP Banyumas Raya jam 14.00, program satir jam 16.00, serta program kompetisi dokumenter SMA Banyumas Raya pada jam 19.30.

Sementara hari berikutnya, Kamis, 29 Mei 2014, akan digelar program temu komunitas pelajar Banyumas Raya jam 10.00, program bedah buku “Film sebagai Media Belajar” jam 14.00, kompetisi fiksi SMA Banyumas Raya jam 16.00, dan program Kompilasi XXI Short Film Festival jam 19.30. Semua program terbuka untuk umum dan gratis.

0

Layar Tanjleb FFP 2014 Kelurahan Kembaran Kulon, Purbalingga



Di sebuah pekarangan kosong, yang biasa digunakan anak-anak pinggiran bermain, dipilih sebagai lokasi ditancapkannya layar. Beberapa bagian tampak becek akibat sisa hujan sore hari. Lampu dinyalakan, beberapa lembar terpal pun digelar siap menyambut penonton.

Malam itu, malam terakhir gelaran Layar Tanjleb Festival Film Purbalingga (FFP) 2014, setelah sebelumnya berkeliling ke desa-desa di wilayah Banyumas Raya. Armada layar tanjleb FFP berlabuh di Kelurahan Kembaran Kulon, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, pada Minggu malam, 25 Mei 2014.

“Kalau dulu, kita mau nonton film layar lebar masih ada gedung bioskop Rayuan dan Braling. Generasi sekarang hanya mengenal tayangan yang ada di televisi. Untung masih ada anak-anak muda yang mau berkeliling memutar film secara gratis,” ujar Sugeng (50 tahun), salah satu penonton.

Terbukti, tidak hanya di pelosok-pelosok desa layar tanjleb yang diinisiasi Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga ini digemari warga. Di wilayah kota pun layar tanjleb menjadi tontonan klangenan bagi sebagian usia dan tontonan yang membuat penasaran bagi usia lain.

Seperti di titik pemutaran sebelumnya, di Kelurahan Kembaran Kulon juga diputar film-film pendek yang diambil dari program kompetisi pelajar Banyumas Raya, antara lain “Segelas Teh Pahit” karya siswa SMA Rembang Purbalingga, “Tuyul” karya siswa SMP 4 Karangmoncol Purbalingga, dan “Penderes dan Pengidep” karya siswa SMA Kutasari Purbalingga.

Sementara film luar Banyumas Raya, ada “Boncengan” dan “Gazebo” yang disutradarai Seno Aji Julius dan diproduksi Sanggar Cantrik Yogyakarta serta film layar lebar berlatar budaya Banyumasan yaitu “Sang Penari” karya sutradara Ifa Isfansyah produksi Salto Films Jakarta.

Manager FFP Nanki Nirmanto mengatakan, Kembaran Kulon merupakan titik pemutaran terakhir dari 18 titk desa/kelurahan se-Banyumas Raya yaitu Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, Cilacap, dan Banyumas. “Sedikitnya 10 ribu penonton berhasil terkumpul di ruang publik mengapresiasi film-film lokal yang kami tawarkan ke warga desa,” tuturnya.

Usai program outdoor atau program unggulan layar tanjleb, FFP berlanjut ke program indoor yaitu di Aula Hotel Kencana Purbalingga mulai Kamis-Sabtu, 28-31 Mei 2014. Beragam program ditawarkan, seperti pemutaran film kompetisi pelajar, pemutaran film non-kompetisi, pemutaran film anak, temu komunitas, diskusi, bedah buku, dan malam penganugerahan. Semua program terbuka untuk umum dan gratis.

0

Layar Tanjleb FFP 2014 Desa Bobotsari, Bobotsari, Purbalingga



Monggo.. monggo… Bapak, Ibu, Mas, Mbak, Adik-adik sedoyo… Mangke ndalu wonten Layar Tanjleb teng Lapangan Mekarjaya Bobotsari (Silakan.. silakan… Bapak, Ibu, Mas, Mbak, Adik-adik semua… Nanti malam ada Layar Tanjleb di Lapangan Mekarjaya Bobotsari)”.

Ajakan menonton keluar dari pengeras suara Armada Layar Tanjleb Festival Film Purbalingga (FFP) 2014. Mobil pick-up yang didesain untuk membawa barang sekaligus awak festival film sejak sore berkeliling ke desa-desa di wilayah Kecamatan Bobotsari.

Hari-hari terakhir, program Layar Tanjleb FFP 2014 singgah di Lapangan Sepakbola Mekarjaya, Desa Bobotsari, Kecamatan Bobotsari, Purbalingga, Sabtu malam, 24 Mei 2014. Lapangan itu, tampak jarang digunakan sebagai tempat menggelar hiburan rakyat.

Direktur FFP Bowo Leksono mengatakan, era 1980-an hingga awal 1990-an, lapangan Mekarjaya menjadi langganan pemutaran film layar tanjleb atau yang dikenal dengan “gratisan” dari berbagai produk dagangan dengan memutar film laga atau film-film nasional lainnya.

Menurut Bowo, orang-orang wilayah Bobotsari dan sekitarnya yang sekarang berusia 30 tahun ke atas, dimasa kecil atau mudanya pasti mengalami tontonan layar tanjleb di lapangan Mekarjaya. “Malam ini, kita mengenang sekaligus mengulang sejarah itu. Bedanya, sebagian film-film yang diputar karya anak-anak muda Purbalingga,” tuturnya saat member sambutan.

Pada kesempatan itu, diputar film-film karya pelajar Banyumas Raya, yaitu “Angguk” dari SMA Bukateja Purbalingga, “Cincin” dari SMP 5 Purwokerto, dan “Penderes dan Pengidep” dari SMA Kutasari Purbalingga. 

Lalu, film luar Banyumas Raya, ada “Boncengan” dan “Gazebo” yang juga disutradarai Seno Aji Julius dan diproduksi Sanggar Cantrik Yogyakarta serta film bioskop “Sang Penari” karya sutradara Ifa Isfansyah produksi Salto Films Jakarta.

Ratusan penonton datang dari sisi barat dan timur lapangan. Duduk di tempat yang sudah disiapkan atau di atas rumput hijau. Dalam sambutannya, Kepala Desa Bobotsari Daryoto mengungkapkan rasa senangnya didatangi layar tanjleb FFP berupa tontonan gratis bagi warga desa.

Di Desa Bobotsari masuk titik desa program layar tanjleb yang ke-17 dari 18 titik se-Banyumas Raya. Malam terakhir, laskar layar tanjleb FFP 2014 hendak menyambangi warga Kelurahan Kembaran Kulon, Kecamatan Purbalingga, Purbalingga pada Minggu malam, 25 Mei 2014.

0

Layar Tanjleb FFP 2014 Desa Karangklesem, Kutasari, Purbalingga



Di sebuah dusun, rumah-rumah warga tampak padat. Layar putih yang terpasang di tiang besi hanya pas-pasan saja menutup jalan dusun itu. Sebelum jalan benar-benar ditutup aksesnya, kendaraan bermotor masih bisa lewat di bawah layar yang tertancap.

Sore itu, Jumat, 23 Mei 2014, rombongan armada Laskar Layar Tanjleb Festival Film Purbalingga (FFP) 2014 mendatangi Dusun Karangpucung, Desa Karangklesem, Kecamatan Kutasari, Purbalingga. Warga sudah menunggu sejak siang, anak-anak pun senang sembari berlarian mengejar armada.

Salah seorang warga, Tarjudin, tergopoh-goboh keluar dari rumah bersemangat membantu mendirikan layar. “Di dusun ini ya tidak pernah ada hiburan malam. Paling ndangdutan, itu saja saat ada hajatan,” ujar lelaki sembari bertelanjang dada ini.

Remaja apalagi anak-anak zaman sekarang, sama sekali tidak tahu seperti apa tontonan layar tanjleb. Tontonan yang juga dikenal dengan istilah Misbar (gerimis bubar) ini merebak diera 1980-an.

Menurut pegiat layar tanjleb FFP Canggih Setyawan, layar tanjleb di zaman sekarang, dengan merebaknya teknologi digital, sudah lebih ringkas. “Hal ini memudahkan kami mengkampanyekan film-film pendek lokal kepada masyarakat penontonnya,” tutur mahasiswa Jurusan Sosiologi Unsoed ini.

Sebagian besar materi film dari program layar tanjleb sama di setiap titik desa. Beberapa film saja yang berbeda yang diambilkan dari materi kompetisi pelajar Banyumas Raya FFP 2014. Di Karangklesem, diputar film “Segelas Teh Pahit” karya siswa SMA Rembang Purbalingga, “Cincin” karya siswa SMP 5 Purwokerto, dan “Penderes dan Pengidep” karya siswa SMA Kutasari Purbalingga.

Sementara film luar Banyumas Raya, ada “Boncengan” dan “Gazebo” yang juga disutradarai Seno Aji Julius dan diproduksi Sanggar Cantrik Yogyakarta serta film bioskop “Sang Penari” karya sutradara Ifa Isfansyah produksi Salto Films Jakarta.

Karangklesem merupakan titik desa yang ke-16 dari 18 titik desa se-Banyumas Raya. Selanjutnya, rombongan layar tanjleb FFP 2014 hendak mendatangi Lapangan Mekarjaya Desa Bobotsari, Kecamatan Bobotsari, Purbalingga pada Sabtu malam, 24 Mei 2014.


0

Layar Tanjleb FFP 2014 Desa Pasunggingan, Pengadegan, Purbalingga



Di sebuah pelataran pondok pesantren, layar putih yang terpasang di kerangka besi ditancapkan. Pelataran yang biasanya untuk pengajian, malam itu akan dipakai untuk menonton film.

Kamis, 22 Mei 2014, rombongan Laskar Layar Tanjleb Festival Film Purbalingga (FFP) 2014 sudah sampai di Dusun Kemangunan, Desa Pasunggingan, Kecamatan Pengadegan, Purbalingga. Tepatnya di pelataran Pondok Pesantren Miftahun Najah Desa Pengadegan.

Direktur FFP Bowo Leksono mengatakan, menonton film juga bagian dari ‘mengaji’, hanya beda medianya saja. “Apa yang ada di film juga berbicara soal hidup manusia, bagaimana tingkah laku kita sehari-hari. Ada baik dan ada buruk,” ujarnya saat member sambutan.

Karena lokasi pondok pesantren tidak berbatas dengan perumahan warga, penonton yang datang pun justru banyak dari warga sekitar. Laki-laki perempuan, tua muda, tumpah di pelataran pondok hingga jalan desa.

Terlebih, ada salah satu film yang diambil dari kompetisi pelajar Banyumas Raya yang diputar dan pengambilan gambarnya di Desa Pasunggingan, yaitu film dokumenter “Angguk” karya pelajar SMA Bukateja Purbalingga.

Angguk adalah kesenian bernapas Islami yang sudah ada sejak zaman Belanda. Kesenian itu masih ada di Pasunggingan. Karenanya, warga dibuat penasaran, seperti apa melihat kesenian Angguk yang sudah dikemas menjadi film.

Menurut salah satu penonton, Purwito, di zaman sekarang kita akan kesulitan melihat budaya atau kesenian tradisi secara langsung. “Lewat film, bisa menjadi salah satu alat generasi sekarang mengenal seni tradisi,” tuturnya.

Selain film “Angguk”, dua film karya pelajar Banyumas Raya yang diputar yaitu, film pendek “Bakul Dawet” karya pelajar MTs Ma’arif Mandirasa Banjarnegara dan film dokumenter “Penderes dan pengidep” karya pelajar SMA Kutasari Purbalingga.

Sementara film luar Banyumas Raya, ada “Boncengan” dan “Gazebo” yang juga disutradarai Seno Aji Julius dan diproduksi Sanggar Cantrik Yogyakarta serta film bioskop “Sang Penari” karya sutradara Ifa Isfansyah produksi Salto Films Jakarta.

Di Pasunggingan masuk titik layar tanjleb yang ke-15 dari 18 rencana titik desa se-Banyumas Raya. Selanjutnya, rombongan layar tanjleb FFP 2014 hendak mendatangi Desa Karangklesem, Kecamatan Kutasari, Purbalingga pada Jumat malam, 23 Mei 2014.

0

Layar Tanjleb FFP 2014 Desa Kalitinggar Kidul, Padamara, Purbalingga



Film pendek bertajuk “Boncengan” sutradara Seno Aji Julius menjadi film favorit di semua titik desa dalam gelaran Layar Tanjleb Festival Film Purbalingga (FFP) 2014. Tak terkecuali saat diputar di Desa Kalitinggar Kidul, Kecamatan Padamara, Purbalingga, Selasa malam, 20 Mei 2014.

Film yang diproduksi Sanggar Cantrik Yogyakarta ini berkisah tentang lomba lari yang diadakan di sebuah sekolah dengan hadiah utama sepeda. Supri, Yuwa, dan Tri berniat memiliki sepeda tersebut dengan caranya masing-masing, siapa yang jujur adalah pemenangnya.

“Memutar film bagi konsumsi anak-anak itu penting di sebuah program layar tanjleb. Bahwa, di jam-jam awal pemutaran, anak-anak usia sekolah dasar pasti banyak berkumpul bahkan berada di depan layar. Terlebih sekarang ini tidak mudah mencari materi film yang baik untuk ditonton oleh anak-anak,” tutur Muhammad Irman, salah satu pegiat FFP.
Di Desa Kalitinggar Kidul, rombongan laskar layar tanjleb membentangkan layar di pelataran balai desa. Karena sumber listrik kantor desa tidak mencukupi, akhirnya, mesin jenset pun diturunkan dan dinyalakan. Bahkan di tengah-tengah pemutaran, listrik PLN sempat padam, namun pemutaran film tetap dapat berlangsung.

Kepala Desa Kalitinggar Kidul Samsudin, merasa senang desanya ketempatan tontonan layar tanjleb. “Bagaimana tidak senang, ada festival film datang sendiri memberikan tontonan bermanfaat dan gratis pada warga,” ujarnya saat member sambutan.

Selain film “Boncengan” yang diputar, ada film “Gazebo” yang juga disutradarai Seno Aji Julius dan diproduksi Sanggar Cantrik Yogyakarta yang muncul di sesi pemutaran pertama. Setelahnya, warga disuguhi film bioskop “Sang Penari” karya sutradara Ifa Isfansyah produksi Salto Films Jakarta.
Sementara di sesi pemutaran awal, ada film-film pendek yang diambil dari peserta kompetisi pelajar Banyumas Raya FFP 2014, antara lain, “Angguk” karya pelajar SMA Bukateja Purbalingga, “Tuyul” karya pelajar SMP Karangmoncol Purbalingga, dan “Penderes dan Pengidep” karya pelajar SMA Kutasari Purbalingga.

Kalitinggar Kidul merupakan titik layar tanjleb yang ke-14 dari 18 rencana titik desa se-Banyumas Raya. Selang sehari libur, rombongan layar tanjleb FFP 2014 hendak menyambangi Desa Pasunggingan, Kecamatan Pengadegan, Kabupaten Purbalingga, pada Kamis malam, 22 Mei 2014.


0

Layar Tanjleb FFP 2014 Desa Bumisari, Bojongsari, Purbalingga



Di beberapa titik pemutaran Layar Tanjleb Festival Film Purbalingga (FFP) 2014, diiringi atau dibuka dengan penampilan kesenian tradisi daerah setempat. Ini menjadi bukti, warga menyambut gembira kehadiran festival film di tengah-tengah mereka. Disamping persiapan panitia lokal yang lebih matang.

Seperti gelaran layar tanjleb Senin malam, 19 Mei 2014 di Dusun Karangsari, Desa Bumisari, Kecamatan Bojongsari, Purbalingga. Kesenian Tek-Tek dan Hadroh turut membuka dan menyemarakkan festival film yang digagas Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga.

Manager Program FFP Nanki Nirmanto mengatakan, salah satu tujuan dari FFP sebagai satu-satunya festival di Purbalingga yang berkelanjutan adalah bagaimana masyarakat merasa memiliki festival film. “Jadi FFP itu bukan hanya milik anak-anak film saja, karena itu ada program unggulan layar tanjleb keliling desa,” jelasnya.
 
Hujan deras sore hari sempat mengguyur wilayah Bumisari. Para laskar layar tanjleb sempat pesimis bila pun hujan reda, warga enggan keluar rumah meninggalkan televisi. Tidak disangka, warga ternyata haus tontonan di luar rumah, sekaligus untuk menebus rasa penasaran seperti apa layar tanjleb yang digelar diera digital ini.

Menurut koordinator panitia lokal, Satria Panji Pradana, di Desa Bumisari terdapat berbagai seni tradisi, namun jarang dipentaskan malam hari. “Malam ini kesempatan bisa berdampingan dengan pemutaran film,” ungkapnya.
 
Pada kesempatan malam itu, film-film pendek yang diputar diambil dari peserta kompetisi pelajar Banyumas Raya FFP 2014, antara lain, “Segelas Teh Pahit” karya pelajar SMA Rembang Purbalingga, “Cincin” karya pelajar SMP 5 Purwokerto, dan “Penderes dan Pengidep” karya pelajar SMA Kutasari Purbalingga.

Lalu, film dari luar Banyumas Raya yang diputar berjudul “Boncengan” dan “Gazebo” karya Senoaji Julius dari Sanggar Cantrik Yogyakarta dan film bioskop “Sang Penari” karya sutradara Ifa Isfansyah produksi Salto Films Jakarta.

Desa Bumisari merupakan titik layar tanjleb yang ke-13 dari 18 rencana titik desa se-Banyumas Raya. Semangat untuk memperkenalkan film-film lokal lewat festival akan terus berlanjut. Malam berikutnya, akan berkunjung ke Desa Kalitinggar, Kecamatan Padamara, Purbalingga pada Selasa, 20 Mei 2014.

0

Layar Tanjleb FFP 2014 Desa Sangkanayu, Mrebet, Purbalingga



Hampir setiap adegan saat diputar film dokumenter “Penderes dan Pengidep” produksi Papringan Pictures SMA Kutasari Purbalingga direspon penonton dengan cara tertawa. Sama seperti mereka merespon tontonan sinetron televisi. Bedanya, warga menertawakan diri sendiri, menertawakan hidup yang getir.

Film berdurasi 15 menit ini berkisah tentang kesibukan ibu rumah tangga bernama Suwini dengan tiga anak yang masih menyempatkan ngidep (membuat bulu mata). Sementara Suwitno, suaminya, sehari dua kali, pagi dan sore, harus naik-turun 21 pohon kelapa yang disewa untuk mengambil air nira. Harga gula jawa tak semanis rasa gulanya.

Dokumenter yang dekat dengan masyarakat Purbalingga ini menjadi salah satu film yang diputar di setiap titik Layar Tanjleb Festival Film Purbalingga (FFP) 2014. Termasuk di Dusun Mudal, Desa Sangkanayu, Kecamatan Mrebet, Purbalingga, Minggu malam, 18 Mei 2014.
Di desa yang termasuk salah satu jalur menuju pendakian Gunung Slamet itu bekerjasama dengan pengelola Taman Bacaan Masyarakat Al-Mukhlisun Desa Sangkanayu. Menurut salah satu pengelola, Fadlun Edy Susilo yang juga jadi koordinator paniti lokal, film seperti juga buku merupakan sumber informasi yang mendidik. “Kami menginginkan anak-anak dan masyarakat di Desa Sangkanayu bisa belajar lewat film dan buku. Karena itu, kami hadirkan layar tanjleb FFP di desa ini,” ungkapnya.

Selain film “Penderes dan Pengidep”, film yang diputar di layar tanjleb FFP gagasan Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga itu memutar film-film pelajar Banyumas Raya seperti, “Angguk” karya pelajar SMA Bukateja Purbalingga, “Bakul Dawet” karya pelajar MTs Ma’arif Mandiraja Banjarnegara.

Sementara film di luar Banyumas Raya adalah “Boncengan” dan “Gazebo” karya Senoaji Julius dari Sanggar Cantrik Yogyakarta dan film layar lebar “Sang Penari” sutradara Ifa Isfansyah produksi Salto Films Jakarta.
 
Salah satu pegiat FFP Cahyo Prihantoro mengatakan, menyuguhkan tontonan pada warga desa yang tidak mudah mereka dapatkan di layar kaca merupakan kepuasan tersendiri. “Puas karena dapat menjembatani karya-karya teman-teman komunitas pada masyarakat penontonnya,” ujarnya.

Malam itu, Sangkanayu adalah titik desa layar tanjleb yang ke-12 dari rencana 18 titik se-Banyumas Raya. Malam berikutnya, rombongan laskar layar tanjleb FFP akan hijrah ke Desa Bumisari, Kecamatan Bojongsari, Purbalingga, pada Senin, 19 Mei 2014.

kontak

  • Facebook : festivalfilm purbalingga
  • Twitter : @festfilmpbg
  • Email : purbalinggafilmfest@gmail.com
  • Website : festivalfilmpurbalingga.blogspot.com
  • Phone: +6285227872252 (Nanki Nirmanto) / +6285726331267 (Asep Triyatno)
  • Alamat : Jl. Puring No. 7 Purbalingga, Jawa Tengah, Indonesia