SlideShow

oke
0

Malam Penganugerahan FFP 2014



Malam puncak penganugerahan Festival Film Purbalingga 2014 dikejutkan dengan tidak ada pemenang Kompetisi Fiksi SMA Banyumas Raya, Sabtu, 31 Mei 2014 di Aula Hotel Kencana Purbalingga. Hal ini karena dewan program tidak merekomendasi film-film kategori fiksi SMA tahun ini untuk dinilai dewan juri, yang artinya tidak ada Film Fiksi Terbaik FFP 2014.

Direktur Program FFP 2014 Dimas Jayasrana menganggap, kualitas film-film kompetisi fiksi SMA yang masuk ke meja penyelenggara jauh dibanding tahun-tahun sebelumnya. “Dengan pertimbangan menjaga kualitas FFP, dengan berat hati, kami hanya memutar beberapa film fiksi SMA namun tidak untuk dinilai dewan juri,” ungkapnya.

Pada Kompetisi Fiksi SMP, film bertajuk “Tuyul” sutradara Eko Junianto produksi Sawah Artha Film SMP 4 Karangmoncol Purbalingga dianugerahi Film Fiksi SMP Terbaik menyingkirkan tiga film lain yaitu “Cincin” dari SMP 5 Purwokerto, “Bolaku” dari SMP 5 Purwokerto, dan “Bakul Dawet” dari MTs Ma’arif Mandiraja Banjarnegara.

Menurut salah satu juri fiksi Anita Pithaloka, film “Tuyul” sedikit beda dengan tiga film lain, mampu menyuguhkan drama satire yang ringkas dengan bahasa gambar yang padat dan tidak banyak dialog. “Meski masih terdapat kecerobohan dalam pembentukan frame gambar pada film,” tutur direktur program dan musik sebuah stasiun radio.

Sementara “Dhewek be Islam” dari MA Minat Kesugihan Cilacap menyabet Film Dokumenter SMA Terbaik mengungguli dokumenter “Penderes dan Pengidep” dari SMA Kutasari Purbalingga, “Angguk” dari SMA Bukateja Purbalingga, “Segelas The Pahit” dari SMA Rembang Purbalingga, “Besalen” dari SMK Dr. Soetomo Cilacap, dan “Tetesan Rupiah” dari SMK Muhammadiyah Majenang Cilacap. 

Di kategori Film Fiksi SMA Favorit Penonton diraih “Duren” dari SMA 2 Purbalingga dan “Penderes dan Pengidep” dari SMA Kutasari Purbalingga sebagai Film Dokumenter SMA Favorit Penonton.

Penganugerahan lain, festival film yang berlangsung 3-31 Mei 2014 ini, berupa Penghargaan Lintang Kemukus yaitu penghargaan yang diberikan kepada individu maupun kelompok yang secara nyata berkontribusi atas kesenian dan kebudayaan tradisi di Banyumas Raya dalam berbagai aktivitasnya. Lintang Kemukus dianugerahkan kepada Maryoto (61 tahun), seniman Angguk asal Purbalingga yang juga pimpinan grup kesenian “Sri Rahayu”.

Direktur FFP Bowo Leksono mengatakan, berakhirnya festival tahun ini bukan berarti akhir dari proses. “Namun justru awal untuk kembali berproses agar terus merangsang kualitas karya-karya film terutama pelajar Banyumas Raya,” ujarnya.

0

Puncak Festival Film Purbalingga 2014



Setelah melewati gelaran Festival Film Purbalingga (FFP) 2014 selama sebulan dengan program unggulan Layar Tanjleb, puncak FFP 2014 akan digelar pada Sabtu malam, 31 Mei 2014 pukul 19.30 di Aula Hotel Kencana Purbalingga.

Pada malam puncak nanti akan dilakukan penganugerahan Film Terbaik Fiksi SMA, Film Terbaik Dokumenter SMA, Film Terbaik Fiksi SMA, Film Favorit Penonton Fiksi SMA, Film Favorit Penonton Dokumenter SMA, serta Penghargaan Lintang Kemukus.

Manager FFP Nanki Nirmanto mengatakan, kompetisi film pelajar se-Banyumas Raya masih menjadi program unggulan. “Karena dari karya-karya film pelajar itulah salah satu kekuatan FFP sekaligus mengukur bagaimana kualitas dan kuantitas film pelajar Banyumas Raya,” ujarnya.

Sementara program di hari Jumat, 30 Mei 2014, pada pukul 10.00 ada pemutaran Program Satir, pemutaran film dokumenter “Layu Sebelum Berkembang” sutradara Ariani Djalal di jam 14.00, program Kompetisi Dokumenter SMA jam 16.00, Kompetisi Fiksi SMP jam 19.30, serta Kompetisi Fiksi SMA di jam 21.00.

Usai pemutaran dokumenter “Layu Sebelum Berkembang”, penonton berkesempatan berbincang dengan sutradara yang sengaja datang dari Yogyakarta. Film dokumenter panjang ini memotret kehidupan dua keluarga di Yogyakarta, pada masa-masa yang menentukan dalam kehidupan pendidikan anak gadis mereka.

Sementara itu, sistem pendidikan umum di Indonesia tengah mengalami perubahan karena ditekan oleh partai-partai politik islami. Institusi yang semula sekuler kini condong membentuk berjuta-juta anak mengalami masa muda yang submisif dengan cara memasukkan lebih banyak lagi kegiatan keagamaan dalam kehidupan sekolah mereka.

Pada program kompetisi film pelajar, aula hotel yang disulap menjadi bioskop selalu penuh dikunjungi penonton khususnya pelajar untuk member dukungan pada film-film yang dibuat oleh teman-temannya.

Menurut salah satu pengunjung festival Maghdalena, anak muda Purbalingga belum terbiasa dengan tontonan seni yang berkualitas. “Padahal kalau mau mengikuti festival film, padahal sangat menarik apalagi diadakan setahun sekali,” ujar siswi SMA 2 Purbalingga ini.

Sebelum memasuki puncak festival, Sabtu, 31 Mei 2014, masih ada pemutaran program film anak pada jam 10.00 dilanjutkan pemutaran dan diskusi dokumenter “Banjaran Menolak Sampah!” pada jam 14.00.


kontak

  • Facebook : festivalfilm purbalingga
  • Twitter : @festfilmpbg
  • Email : purbalinggafilmfest@gmail.com
  • Website : festivalfilmpurbalingga.blogspot.com
  • Phone: +6285227872252 (Nanki Nirmanto) / +6285726331267 (Asep Triyatno)
  • Alamat : Jl. Puring No. 7 Purbalingga, Jawa Tengah, Indonesia